Kepastian Hukum Proses Penyidikan

Penanganan perkara pidana dimulai sejak adanya laporan pidana oleh korban atau pelapor yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan oleh pihak Polri sebagai aparat yang berwenang melakukan penyidikan perkara pidana.

Dalam tulisan berupa telaahan ini, khusus menelaah perkara pidana yang sudah dikirimkan SPDP-nya ke Kejaksaan saja yang artinya sudah dilakukan penyidikan dan tidak menelaah yang masih berupa laporan dan penyelidikan karena belum menjadi ranah hukum kejaksaan sesuai undang-undang. Penyidikan yang berlarut-larut tanpa kepastian hukum akan menjauhkan nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan sebagai tujuan utama penegakan hukum (pidana).

Penyidikan yang berlarut-larut tidak saja merugikan pencari keadilan, tetapi juga berdampak pada kualitas pembuktian dalam proses pembuktian di pengadilan yang nantinya jaksa penuntut umum atau JPU lah yang harus mempertanggungjawabkannya di persidangan.

Kualitas alat bukti, baik saksi, surat, ahli dan keterangan tersangka serta barang bukti akan berkurang, bahkan menjadi tidak bernilai alat bukti bila perkara tersebut memakan waktu yang sangat lama. Seorang saksi atau pun ahli tentu mempunyai daya ingat yang terbatas, sehingga ketika di persidangan saksi dapat saja mengatakan sesuatu yang disampaikan di BAP dipersidangan menjadi lupa atau tidak tau, bahkan risiko saksi sudah tidak dapat ditemukan lagi karena pindah atau bahkan meninggal dunia.

Lamanya proses hukum yang biasanya dalam tahap penyidikan juga membuat saksi saksi serta ahli dalam perkara pidana menjadi terganggu dalam aktivitasnya karena tidak ada kepastian kapan akan hadir di pengadilan untuk menjadi sakasi atau ahli, padahal mereka selalu diwanti-wanti untuk datang menjadi saksi di pengadilan, karena ketidakhadiran mereka juga dapat diancam pidana Pasal 159 KUHAP.