Kompetensi literasi digital tidak hanya dilihat dari kecakapan menggunakan media digital (digital skills) saja, namun juga budaya menggunakan digital (digital culture), etika/etis menggunakan media digital (digital ethics), dan aman menggunakan media digital (digital safety).
Kemampuan dalam berliterasi digital dapat dikatakan suatu kemampuan yang holistik dan saling terintegrasi. Kemampuan yang tidak hanya melibatkan kemampuan IQ seseorang, namun juga harus didukung dengan EQ dan bahkan SQ. Betapa banyak kita temui orang-orang pintar bahkan jenius namun menjadi penjahat digital karena kepandaiannya tidak didukung oleh kecerdasan emosi dan spiritual. Dan yang lebih miris lagi, betapa banyak orang-orang diluar sana dan bukan tidak mungkin termasuk orang-orang yang dekat dengan keseharian kita yang menjadi korban akibat kurangnya kemampuan dalam berliterasi digital.
Kejahatan digital disekitar kita sangat berbahaya, karena muncul tanpa peringatan dan terkadang tanpa kita sadari kitalah yang mengundangnya dan bahkan melibatkan diri dengan sukarela. Kejahatan digital memliki banyak wajah. Begitu mengoda muncul dengan berbagai iming-iming yang menghanyutkan. Diawali “perkenalan di dunia maya” yang berakhir dengan penipuan, maraknya investasi yang terlihat sangat menggiurkan, melambungkan khayal untuk meraih kekayaan secara instan tanpa mengedepankan logika dan berujung dengan kesengsaraan dan penyesalan yang terlambat, hingga kejahatan yang memanfaatkan kefanatismean kelompok untuk mengadu domba ataupun sebagai tameng bagi oknum tertentu, dan masih banyak lagi.
Bila kita cermati, terjebaknya seseorang hingga menjadi korban kejahatan di dunia maya salah satunya diakibatkan oleh kurangnya budaya membaca. Kecenderungan untuk mudah menerima dan mempercayai informasi atau berita tanpa mengecek dan mendalami ke”valid”an informasi yang ada dapat menjadi boomerang bagi diri sendiri, terutama ditengah maraknya informasi/berita “Hoax” akhir-akhir ini. Untuk itulah pengguna media digital dituntut agar lebih jeli dan teliti dalam membaca informasi, mau membuka diri melakukan check dan recheck ke berbagai sumber informasi atau referensi lain dan tentunya menerapkan kebiasaan “saring before sharing”.
Dengan semakin canggihnya dunia digital saat ini, informasi atau berita yang disajikan cenderung dalam bentuk gambar/foto dan video, yang mana hal ini secara tidak langsung menurunkan minat baca, karena kita dimanjakan dengan visualisasi dan video. Tak jarang ditemukan, kita hanya membaca judul dan langsung menyimpulkan isi berita tanpa membaca lebih dalam lagi.
Tinggalkan Balasan