Oleh: Indah Sari Hamid* dan M. Kubais M. Zeen**

*Alumni Sastra Inggris Unkhair, Staf Disarpus Malut
**Editor, pernah penulis tamu untuk Literasi Koran Tempo, Makassar

_______
“Membangun perpustakaan adalah mencipta kehidupan. Perpustakaan tak pernah menjadi kumpulan acak buku-buku belaka.”
(Carlos Maria Dominguez, Rumah Kertas).

SUATU hari di tahun Sebelum Masehi (SM), pasukan Julius Caesar menyerang istana. Sang Ratu berlari sambil memekik ketika melihat perpustakaannya terbakar: “Jangan hancurkan perpustakaanku, selamatkan buku-bukuku, separuh dunia ada di situ!!!” Pasukan pengawal istana yang ketakutan, panik bukan kepalang, bergegas menyelamatkan perpustakaan dan koleksinya.

Nama populernya Cleopatra, Ratu Mesir, yang menangisi sebagian besar koleksi di perpustakannya hangus terbakar itu. Tapi, hasrat besar Caesar yang ingin menaklukkan Mesir, malah “tunduk“ pada Cleopatra. Bukan takut, tapi pesona Cleopatra yang meluluhkan kebesarannya sebagai laki-laki penguasa tertinggi Kerajaan Romawi. Jatuh cinta. Lalu, ia memohon maaf dan menghadiahkan 200.000 buku kepada Clopatra, sebagai ganti buku yang dihancurkan pasukannya.

Perpustakaan yang begitu kuat dicintai Cleopatra, namanya Perpustakaan Alexandria. Didirikan oleh Ptolemi I pada 232 SM, dan dipercaya sebagai perpustakaan pertama terlengkap di muka bumi. Koleksinya mencapai 700 ribu buku.

Penyair Muharry Wahyu Nurba menukil kisah legendaris tersebut melalui esainya di Koran Tempo, edisi Makassar, yang kami permak seperlunya. Kisah yang mencerminkan betapa berharganya perpustakaan dan buku bagi perempuan yang senegara dengan salah satu pesepakbola tenar di dunia saat ini: Mohamed Salah.