“Tidak boleh diganggu bahkan digusur dengan kehadiran industri ekstraksi keruk bumi, tanpa terkecuali PT FPM ini. Apalagi kawasan ini telah diusulkan pemerintah sebagai kawasan geopark. Sejalan dengan itu, mencabut izin PT FPM sama halnya dengan memaksakan perintah UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (UUPPLH),” tuturnya.
Selain itu, sambungnya, PT FPM tidak melakukan sosialisasi dan konsultasi yang memadai kepada masyarakat, serta tidak transparan memberi informasi pada masyarakat terkait perizinan dan kajian AMDAL.
“Hal yang sama juga terjadi di Halmahera Utara. Di mana PT KIM tanpa sosialisasi dan konsultasi yang memadai, memaksakan diri masuk ke Loloda Utara, Desa Kapa-Kapa, dan telah menuai penolakan masyarakat setempat,” jabar Hamdan.
“Kehadiran PT KIM mulanya membangun jalan Tani, namun di balik itu secara diam-diam melakukan kegiatan eksplorasi. Hampir 8 bulan sejak Januari 2022, perusahaan ini tidak terbuka kepada masyarkat,” imbuhnya.
Menurut Hamdan, informasi lapangan yang didapat PB FORMMALUT, perusahaan ini masuk tanpa sepengetahuan pemerintah desa. Ketika masyarakat meminta dokumen hukum seperti IUP dan Amdal, tidak pernah ditunjukkan oleh pihak perusahaan.
Tinggalkan Balasan