Pandangan ini bukan disampaikan dengan tidak berdasar, tetapi dalam kenyataan menunjukkan demikian, artinya sekarang yang terjadi dalam penegakan hukum kebanyakan mencari-cari celah jeratan mengakibatkan keadilan menjadi runtuh.

Keterkaitan dengan tindak pidana di atas, masyarakat jangan gagal paham dengan mengatakan bahwa lembaga kepolisian yang salah, sebab lembaga itu hanya sebuah organisisasi yang dibentuk negara untuk melindungi masyarakat dari tindak pidana. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hukum pidana itu yang melakukan tindak pidana adalah oknum/orang. Dengan itu, maka peristiwa pidana yang kini dilakukan FS cs adalah perbuatan pidana yang mereka lakukan, dan lembaga kepolisian itu adalah tempat mereka bekerja, artinya dilibatkan lembaga kepolisian itu secara administrasi sebatas status kerja tetapnya, jabatan dan kepangkatan yang diberikan dan diakui oleh negara melalui hukumnya. Dengan itu maka negara tidak akan membubarkan lembaganya, tetapi negara akan menghukum menggunakan kode etik kepolisian dan putusan hukum pengadilan kepada oknum aparat yang melakukannya.

Dinamika perkara ini cukup seksi di mata masyarakat Indonesia karena menyeret lembaga Hak Asasi Manusia, Lembaga Perlindungan Saksi, National Police Commision Board, lembaga politik DPR RI, dan para pakar hukum di lembaga pendidikan tinggi/profesional hukum ikut bicara. Semua ahli dan ahli hukum sepertinya sama dalam konklusinya bahwa sangat disayangkan karena perbuatan pidana oknum FS dan menyeret kawan-kawan lainnya ini dapat merugikan negara tidak sedikit.

Dader-nya sendiri jika dikalkulasi secara ekonomi mulai dari biaya pendidikannya, dan fasilitas yang diberikan negara kepadanya selama menempati jabatan. Tidak bisa ditutupi, karena faktanya adalah berapa besar uang negara yang dikeluarkan semasa pendidikan di AKPOL/AKABRI, fasilitas berkaitan dengan jabatannya, dan pada akhirnya dari uang rakyat yang diberikan untuk membeli senjata/pistol dan peluru/amunisi untuk melindungi rakyat ternyata pada akhirnya diigunakan untuk membunuh anak bangsa sendiri.

Perbuatan persekusi semacam itu tidak pantas/haram dilakukan di negara hukum Indonesia sebab Indonesia dalam ideologi Pancasila-nya penuh dengan nilai-nilai, yang salah satu di antaranya adalah nilai keadilan. Artinya kalau nilai Pancasila itu dijadikan dasar untuk menilai perbuatan hukum FS itu, maka tentu yang bersangkutan di dalam dirinya masih mempertahankan hukum “Barbara”. Dengan begitu kejam perbuatannya, bila diukur dengan hukum pidana di Indonesia, karena dimasukkan sebagai pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP yaitu bahwa “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.” Sekalipun penetapan pidananya cukup jelas, tetapi masih dilindungi hukum atau statusnya masih disangkakan (presumption of innocence), dan nanti diketahui salah-benar dan hukumannya adalah ketukan palu Wakil Tuhan di muka bumi/Hakim Pengadilan. (*)