Deretan empat nama besar tersebut berkaitan dengan keikhlasan dan ketegasan dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dalam menjalankan tugas itu, para penegak hukum seharusnya menjadikan contoh teladan untuk penegakan hukum sekarang dan akan datang di Indonesia.
Titik sentrum diulas di atas berkaitan dengan penegakan hukum pidana di Indonesia. Mata semua masyarakat manusia di Indonesia kini melalui layar media elektronik dan/atau media cetak kini dipertontonkan lagi dengan kasus pidana yang menimpa di lembaga kepolosian Republik Indonesia. Bahkan dalam proses, para penyidik kepolisian tersebut telah menetapkan dugaan para tersangkanya adalah polisi sendiri dengan hierarki pangkat yang berbeda mulai dari bintang sampai pangkat yang terendah pada lembaga yang sama (presumption of innocence) berdasarkan barang bukti yang ditemukan.
Perkara pidana ini sebenarnya pidana biasa karena pembunuhan, tetapi bias kemana-mana dan melahirkan spekulasi di masyarakat karena oknum pelaku dan korbanya adalah (1) sama-sama polisi; (2) hubungan kerjanya atasan bawahan dengan pangkatnya berbeda jauh; (3) menyeret para penyidik untuk menutupi perbuatan pidana tersebut; (4) sengaja menghilangkan barang bukti, baik yang riil dan dalam bentuk saintifik; (5) dan lain-lain. Semua ini adalah wilayah tindak pidana yang tentu mengetahui pasti adalah penyidik, karena perintah kewenangan sesuai dengan perintah hukum.
Menariknya tindak pidana di atas, karena adanya persekongkolan para oknum polisi untuk menutupi kejahatan tersebut seolah-olah menarik lembaga penegak hukum Kepolisian sebagai tameng, sehingga sulit untuk diungkapnya. Dengan adanya perbuatan oknum dalam institusi itu mengakibatkan negara ikut campur yaitu dengan hadirnya Presiden sebagai kepala negara yang dalam ketegasannya memerintahkan kepada Kapolri untuk mengusut dan membongkar jaringan-jaringan tersebut samapi ke akar-akarnya. Dengan ketegasan itu yang kemudian menjadi dasar Kapolri untuk mencopot beberapa pejabat dan kawan-kawannya serta memutasikan ke tempat tugas lainnya, serta disidik berkaitan dengan keterlibatan dalam perbuatan tindak pidana itu.
Ketegasan Presiden di atas seharusnya semua penegak hukum jangan hanya membaca terbatas pada kasus FS saja tetapi harus dibaca lebih dari itu, kalau ingin memperbaiki penegakan hukum secara komprehensif dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila ini, sebab banyak perkara-perkara hukum besar yang menguap dalam prosesnya, dan ini terjadi karena bagian dari rusaknya sistem hukum juga. Olehnya itu, dalam menyelesaikan perbuatan hukum di bangsa ini jangan hanya terbatas pada kasus per kasus saja, karena demikian itu hanya tertuju pada pebuatan hukum oknum saja, dengan berangkat dari pertanyaan 1) apa ……, dan 2) bagaimana ………. Yang diperlukan sekarang sudah seharusnya juga masuk pada sistemnya dengan pertanyaan diawali (1) mengapa……
Tinggalkan Balasan