“Karena itu saran saya kalau bisa pemerintah daerah mengambil alih buku ini dibagikan ke seluruh siswa SMP, SMA di Morotai sehingga generasi Morotai tumbuh dengan identitas dan pengetahuan,” jelasnya.
Terpisah, Fungsional Analis Pemanfaatan Cagar Budaya dan Koleksi Museum Dinas Kebudayaan Kota Ternate Rinto Taib turut mengapresiasi buku perdana yang ditulis Arafik itu. Arafik merupakan salah satu ASN di Kabupaten Pulau Morotai.
“Membaca Morotai tak bedanya membaca dunia dalam geopolitik berlatar Perang Dunia II. Ragam kisah di balik peristiwa para tokoh serta rivalitas berbagai kepentingan dalam satu tujuan tak lain adalah menguasai peta politik ekonomi global. Pertarungan ideologi mapan dan perseteruan antara blok telah mengantarkan warga dunia pada pilihan perang dan konflik tanpa jeda. Persekutuan dibentuk untuk saling memberi kekuatan. Kematian dan ketakutan tak hanya berada di benak masyarakat sipil namun juga bersemayam dalam dada dan pikiran para prajurit di hutan belantara dan medan pertempuran,” paparnya.
Rinto yang juga menulis banyak buku ini menjelaskan, banyak kisah dan banyak tokoh gugur di medan perang, strategi dan taktik mengelabui lawan hingga mematikan lawan juga tak kalah pentingnya, diplomasi dan agitasi yang terus dilancarkan dalam masa Perang Dunia II memberi gambaran berharga kepada kita untuk memahami konstelasi dan dinamika politik ekonomi global kontemporer.
“Inilah beberapa coretan sebagai catatan kecil membaca buku yang ditulis Bung Opick. Sebuah buku yang berkontribusi besar bagi khazanah informasi, keterbatasan referensi untuk tematik ini dan juga menambah pengetahuan kita untuk menjawab ragam misteri di balik sejumlah pertanyaan kita tentang posisi strategis Morotai dalam peta politik ekonomi global masa kini dan akan datang. Jika masa depan dunia sangat bergantung pada tatanan di kawasan Pasifik maka Morotai menjadi niscaya untuk diperbincangkan,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan