Menurut Andreas Raharso ada 4 langkah strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi ketidak-pastian dunia dan perubahan global ini:
- Agile Learning. Belajar terus menerus dengan tangkas.
- Adeptness to Ambiguity. Mampu menghadapi ketidakpastian.
- Thinking Strategically. Mampu berpikir secara strategis.
- Drive to Execute. Mendorong Eksekusi.
“Bapak Ibu, para hadirin yang saya hormati. Bangsa ini sudah 76 tahun merdeka, tetapi sampai hari ini masih diperhadapkan pada berbagai promblematika, mulai dari masalah sosial, politik, ekonomi bahkan sampai pada perilaku masyarakat dan perubahan kultur birokrasi. Kini, kita pun masih berkutat pada persoalan kemiskinan, pengangguran, kesenjangan, intoleransi, narkoba dan bencana alam,” tuturnya.
Realitas ini, sambungnya, mempengaruhi lingkungan strategis, baik geo-ekonomi,
geo-politik maupun geo-strategi, dan bergerak secara cepat dalam pendekatan lokal, nasional, regional maupun global.
“Fenomena ini menuntut kita agar lebih berdaya saing dalam mengelola persoalan-persoalan bangsa. Apalagi di tengah perubahan besar (global megatrend), di mana masalah
nasional selalu beririsan dengan kepentingan global,” ungkapnya.
“Ada beberapa tantangan yang perlu menjadi fokus kita hari ini terkait dengan transformasi dan kesiapan kita menyiapkann generasi yang kreatif, generasi inovatif dan generasi yang berkarakter untuk membangun negeri. Agar cita-cita para founding fathers negara ini yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur (baldatun thayyibatun war rabbun ghafur) dapat
dicapai,” papar Jusuf.
Pertama, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi pilar kebangkitan revolusi 4.0, mendorong terjadinya disrupsi dalam segala bidang. Selain tantangan, juga menjadi peluang. Disrupsi ini menyebabkan
perubahan besar. karena di masa ini, setiap orang harus mampu membaca dan melihat peluang agar mampu menyesuaikan diri secara cepat, tepat dan inovatif.
Di sisi lain, digitalisasi sudah merambah di setiap sisi kehidupan sehingga mau tidak mau, kemampuan memanfaatkan teknologi harus benarbenar menjadi strategi baru yang inovatif.
Di belahan dunia saat ini sedang mengalami tranformasi digital, sehingga harapan kita harus mayarakat kampus dan generasi milenial harus digital friendly atau ramah dengan digital.
Saat ini Indonesia masih kekurangan 9 juta talenta digital, bahkan masih terjadi kesenjangan yang luar biasa. Tahun 2022 saja kita baru bisa penuhi 1,3 juta.
Tinggalkan Balasan