Bahkan, menurut JPPR, terjadi pemerasan yang dilakukan timsel kepada peserta seleksi dengan iming-iming akan diloloskan dalam proses seleksi. Selain itu, kurang maksimalnya identifikasi rekam jejak dan proses klarifikasi atas tanggapan publik terhadap calon serta dominasi kelompok tertentu pada semua level pimpinan menjadi permasalahan yang mewarnai proses seleksi Bawaslu daerah.
“Selain itu, yang menjadi perhatian kami juga Bawaslu kurang memiliki komitmen terhadap keterwakilan perempuan 30 persen Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu),” kata Aji.
Hal tersebut dibuktikan di tingkat Bawaslu Provinsi hanya sekitar 21,2 persen dan Bawaslu Kabupaten/Kota hanya sekitar 16,5 persen. JPPR mendorong agar Bawaslu memperhatikan ketentuan aturan teknis dalam UU 7 Tahun 2017 terkait timsel dan tata cara seleksi Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota.
JPPR juga mendorong Bawaslu memilih timsel atau panitia seleksi yang memiliki paradigma kepemiluan serta memperhatikan keberagaman keterwakilan kelompok, termasuk mewujudkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Hal ini juga harus diterapkan pada proses seleksi anggota Bawaslu daerah.
Tinggalkan Balasan