Tandaseru — Simposium nasional Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia (FP2TPKI) yang digagas bersama EcoNusa Foundation dan dipusatkan di Kota Ternate, Maluku Utara, menghasilkan sejumlah rekomendasi terhadap kebijakan kelautan dan perikanan Indonesia.

Rekomendasi yang dikeluarkan melalui Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) itu mencakup pengelolaan ekosistem karbon biru/ekosistem pesisir (mangrove dan padang lamun), keamanan laut (maritime security), pelindungan HAM pekerja migran pelaut perikanan Indonesia, wacana kebijakan pengelolaan perikanan terukur, serta pelindungan dan pemberdayaan nelayan kecil.

Plt Direktur Bidang Kerjasama Internasional dan Reformasi Kebijakan IOJI Grace Gabriella Binowo dalam siaran persnya memaparkan, rekomendasi untuk pengelolaan ekosistem karbon biru/ekosistem pesisir (mangrove dan padang lamun) meliputi kepemimpinan yang kuat dari para pemimpin kementerian/lembaga nasional dan kepala daerah dengan dorongan politik untuk mendukung perlindungan ekosistem pesisir (mangrove dan padang lamun), yang harus ditindaklanjuti dengan perbaikan dan penyempurnaan kerangka hukum dan kebijakan untuk melindungi ekosistem pesisir.

“Kemudian mengedepankan pengelolaan ekosistem karbon biru/pesisir berbasis komunitas/masyarakat lokal dengan pendekatan berbasis insentif. Di saat yang bersamaan,
pemerintah harus menjamin keamanan tenurial masyarakat pesisir serta pendistribusian
yang berkeadilan atas manfaat dari perlindungan ekosistem karbon biru,” tuturnya, Rabu (18/5).

Selanjutnya, memaksimalkan sumberdaya keuangan untuk perlindungan, restorasi dan konservasi ekosistem karbon biru/pesisir, serta memperkuat kualitas dan validitas data mengenai ekosistem karbon biru/pesisir.

Ancaman intrusi kapal-kapal berbendera Vietnam dan Tiongkok, sambung Grace, berpotensi terjadi kembali bahkan dengan intensitas yang meningkat pada tahun 2022. Hal ini menimbang situasi geopolitik kawasan, rencana pengelolaan sumber daya alam
Pemerintah Indonesia di wilayah laut Indonesia, khususnya Laut Natuna Utara, dan ambisi Tiongkok menguasai secara de facto klaim nine-dash line.