Tandaseru — Mahkamah Konstitusi mementahkan keinginan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara, Maluku Utara, Frans Manery dan Muchlis Tapi Tapi, menambah masa jabatan. Ini setelah MK menolak permohonan keduanya terkait pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Putusan MK tersebut dibacakan dalam sidang pada 20 April lalu. Dalam putusannya, Majelis Hakim MK menolak seluruh permohonan para pemohon secara keseluruhan.

“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Hakim MK Anwar Usman dilansir dari Tribunnews.com.

Adapun dalam menjatuhkan putusan ini, terdapat beberapa pertimbangan yang diuraikan oleh Majelis Hakim MK. Di mana dalam penjelasannya MK menilai permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Hal itu didasari karena permohonan pengujian undang-undang yang dilayangkan opemohon tidak bertentangan dengan asas kepastian hukum dan keadilan.

“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum sebagian diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 yang menentukan masa jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan umum 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024, tidak bertentangan dengan asas kesesuaian hukum serta tidak menghalangi kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945,” kata hakim anggota MK Saldi Isra.

Atas hal itu, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berkesimpulan pokok permohonan yang dilayangkan oleh pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Diketahui, Frans dan Muchlis melayangkan pengujian UU 10/2016 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai masa jabatan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Di mana dalam permohonannya, pemohon menyoroti terkait keputusan UU Nomor 10 tahun 2016 Pasal 3 terkait dengan pemilihan umum secara serentak pada tahun 2024 termasuk untuk Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Dalam permohonannya, para pemohon menilai akan adanya ketidakadilan terhadap Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang dipilih pada 2020 dan dilantik pada 2021.

Pada amar putusan itu dibacakan, jika pemilu akan digelar secara serentak pada 2024 maka kepala daerah yang dilantik pada 2021 seperti Frans dan Muchlis tidak akan menjalani masa jabatannya secara penuh 1 periode atau 5 tahun.

“Yang seharusnya berakhir masa jabatannya pada 2026 terkena pemotongan (cut off) masa jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota sehingga tidak sampai 5 tahun akan tetapi harus berakhir masa jabatannya pada 2024,” demikian pertimbangan pemohon.

Terkait hal tersebut, menurut Majelis Hakim para pemohon sudah mengetahui masa jabatan pemilihan bupati dan wakil bupati yang diikuti oleh para pemohon pada 2020 maka tidak akan sampai 5 tahun menjabat.