Tandaseru — WALHI Maluku Utara melakukan aksi kampanye urban dalam rangka memperingati Hari Bumi dengan mengangkat tema “Oligarki Merusak Bumi” di Kota Ternate, Jumat (22/4). Kampanye ini mengangkat konsep besar Krisis Iklim dan Perampasan Ruang Hidup atau Wilayah Kelola Rakyat (WKR).

Beberapa tuntutan penting disuarakan, terutama soal keberlanjutan hidup segala sub sistem, salah satunya adalah Selamatkan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang ada di wilayah Moloku Kie Raha.

“Provinsi Maluku Utara merupakan wilayah dengan beragam pulau, terdapat 805 pulau-pulau kecil maupun besar, 716 yang belum berpenghuni serta sisanya sudah ada penduduk (BPS Maluku Utara, 2019). Dengan luas wilayah 145.801.1 km, wilayah perairan seluas 78.06%, sedang luas wilayah daratan sebesar 21.94%. Ini berarti luas lautan lebih besar dari pada luas daratan. Selain itu wilayah yang berbentuk huruf K lebih kecil dari Sulawesi ini juga berada di jalur Wallacea dan CTI, termasuk juga daerah MGP (Merapi, Pertemuan jalur gempa lingkar pasifik, dan pulau-pulau kecil),” ungkap Wahida A. Abd Rahim, Manager Kampanye WALHI Maluku Utara, dalam siaran persnya.

Dengan demikian Maluku Utara rentan mengalami dampak dari krisis iklim berupa hilangnya pulau-pulau kecil, contohnya Pulau Pagama di Mangoli Kabupaten Kepulauan Sula, atau Pulau Tulang di Kabupaten Halmahera Utara yang mulai terkisis, terjadi juga perubahan pola cuaca, suhu, dan masalah lainnya, yang mengakibatkan pada pendapatan ekonomi warga menurun.

Kampanye urban WALHI Maluku Utara dalam peringatan Hari Bumi. (Istimewa)

“Sedangkan sebagian besar penghuninya adalah warga petani dan nelayan, mereka sangat bergantung pada alam, bagi orang Maluku Utara alam adalah sumber penghidupan dan kehidupan,” tutur Wahida.

Ironisnya, sambungnya, Maluku Utara kini menjadi dapur bagi oligarki perusak bumi. Apalagi saat ini arah kompas negara ditujukan ke negeri para raja dengan Proyek Strategis Nasional 2020-2024 yang lebih ke aktivitas investasi, sedang dalam sejarah pertambangan tidak ada investasi yang tak merusak.

“Sebut saja Weda Bay Nikel dan Kepulauan Obi yang menjadi Kawasan Industri di dalam proyek strategis nasional. Selain itu tercatat ada sekitar 127 IUP yang bercokol di Maluku Utara. Hal ini akan berdampak secara ekologis maupun ekonomi warga. Kalau satu saja ekosistem rusak, maka akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Terlepas dari masalah ekologis, masalah kemanusiaan kian mencekik, dengan tidak meratanya hak-hak buruh di wilayah pertambangan, kekerasan seksual yang semakin meningkat,” paparnya.