Oleh: Yunita Kaunar
______
TIDAK henti-hentinya para perempuan di belahan dunia manapun selalu memprotes aksi pelecehan seksual. Dalam kehidupan sekitar kita selalu mendengar, mengkonsumsi berita bahkan menyaksikan langsung tetangga kita, terutama perempuan, mengalami perlakuan pelecehan seksual. Setiap harinya selalu saja ada kabar tentang pelecehan seksual kepada anak perempuan di bawah umur. Sekalipun pelaku telah dimasukkan ke penjara namun tidak menjamin pelaku untuk tidak melakukan lagi setelah bebas.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa pelecehan seksual merupakan sebuah perilaku pendekatan yang terkait dengan seks yang tak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks dan perilaku lainnya yang secara verbal atau pun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual ini dapat terjadi di mana saja.
Mengutip data dari media online tandaseru.com pada Februari tahun 2022, sepanjang 2022 baru masuk bulan kedua saja sudah terdapat 43 kasus kekerasan di Maluku Utara (Malut). Berdasarkan data kekerasan situs Simfoni milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diakses pada 27 Februari 2022. Dari 43 kasus itu terbanyak ada di Kota Ternate dengan 16 kasus. Disusul Halmahera Utara 12 kasus, Kota Tidore Kepulauan 6 kasus, Halmahera Barat dan Halmahera Selatan masing-masing 4 kasus, serta Halmahera Tengah dan Halmahera Timur masing-masing 1 kasus.
Untuk korban sendiri, 37 korban kekerasan di Malut merupakan perempuan dan sisanya 8 korban yakni laki-laki. Rata-rata korban dominan berusia 25-44 tahun. Mirisnya, pelaku sebagian besar memiliki hubungan kekerabatan dengan korban yakni suami/istri. Rumah tangga menjadi tempat kejadian kekerasan terbanyak. Menariknya, jenis kekerasan terbanyak adalah seksual, fisik dan psikis di mana masing-masing terdapat 15 kasus sepanjang tahun ini.
Tentunya kita sepakat untuk menyalahkan para pelaku pelecehan. Namun di sisi lain, untuk mengantisipasi terjadi perilaku seksual maka kiranya anak perempuan dimodali dengan pemahaman pelecehan seksual lewat literasi (membaca) baik lewat buku dan memanfaatkan media digital namun harus dikontrol. Di mana peran orang tua dan peran pendidik untuk memberikan literasi mencerdaskan kepada perempuan bahwa apa dialami termasuk pelecehan seksual dan langkah diambil ketika mengalami pelecehan.
Lebih penting lagi adalah jika mengalami pelecehan seksual maka perempuan harus berani membuka suara mencari tempat pertolongan untuk membantunya. Semoga tulisan ini sebagai pengingat untuk kita dan diharapkan semakin banyak perempuan di Maluku Utara (Malut) bisa maju dan dengan literasi. Sehingga dapat mewujudkan kebahagiaan bersama dan mencegah pelecehan seksual. (*)
Tinggalkan Balasan