Oleh: Faizal Ikbal

Ketua Bidang, Riset dan Pengembangan Literasi Forum Mahasiswa Pascasarjana Halmahera Tengah Jabodetabek

______

MENUAI banyak tanya di publik tentang proyek reklamasi di Desa Tepeleo Batu Dua, Kecamatan Patani Utara, kapan tuntas dikerjakan? Timbunan yang berdiri di atas bibir pantai itu kurang lebih memiliki panjang 250 meter dan luasnya 50 meter. Ini adalah program prioritas Edi Langkara dan Abdurrahim Odeyani (bupati dan wakil bupati) yang diskemakan dalam rincian kegiatan kontrak tahunan (multiyears) dengan pagu anggaran kurang lebih Rp 37 miliar.

Reklamasi, yang kelak diproyeksikan sebagai pusat ekonomi modern Halmahera Tengah, hanya menjadi isapan jempol belaka. Pasalnya, proyek ini hanya berhasil dikerjakan sebatas timbunan kasar. Mangkraknya proyek ini menyisakan sekelumit masalah yang riskan terhadap lingkungan. Seperti tumpukan sampah yang mencemari air laut kian hari menghembuskan penyakit.

Beban masyarakat atas ketidakpastian megaproyek itu membuat mereka kecewa. Kalkulasi dari kekecewaan diekspresikan dengan wajah sedih dan cemas ketika memandang timbunan yang berantakan. Secara sosiologis, kita bisa membaca emosi masyarakat yang tidak bisa meluapkan kekecewaan oleh karena disandera ketokohan dan popularitas Elang dan Rahim. Masyarakat benar-benar larut dalam kubangan rezim politik saat ini. Namun secara moral, masyarakat berharap Elang dan Rahim menyelesaikan jalan buntu proyek reklamasi dalam kurun waktu kepemimpinan yang terbilang tidak lama lagi.

Dalam konteks ekspresi wajah di atas, erat kaitannya dengan konsep etika politik yang dibawa Emanuel Levinas, seorang filsuf besar fenomenologi (1906-1995) yang memandang wajah bukan sebatas penampilan fisik yang di isi kulit, daging dan darah melainkan wajah ada relevansinya dengan etika. Relevasinya terdapat pada momen pertemuan antar wajah. Bisa saja, pertemuannya termediasi lewat kunjungan kerja bupati dan wakil bupati dalam melakukan monitoring di lapangan, terkait dengan program apa saja yang dibangun pada wilayah itu.

Sebenarnya, etika politik yang dimaksud adalah mengelola ketidakpastian menjadi harapan dari wajah-wajah orang yang kurang lebih 60% sikap politiknya memilih Elang-Rahim di Pemilukada 2017 silam. Janji-janji politik (termasuk reklamasi) ketika tidak dituntaskan akan berkonsekuensi merobeknya lumbung suara yang ada. Apalagi, gaung isu politik melanjutkan kepemimpinan sungguh sangat wara-wiri di masyarakat.