Oleh: Herman Oesman
______
“Kekuasaan tak pernah menjadi milik perorangan,
ia senantiasa menjadi milik kelompok dan
hanya bisa tegak selama orang-orang
dalam kelompok bersangkutan menegakkannya
secara bersama-sama.”
(Hannah Arendt, 1972:143)
KEPEMIMPINANNYA dimatangkan sejak mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Samratulangi (Unsrat) Manado, dengan diserahi amanah mengendalikan HMI Komisariat FISIP Unsrat periode 1990-1991. Perlahan tapi pasti, ia terus menempa diri di rantau sembari belajar dan berorganisasi. Di tengah upayanya menuntaskan studinya, ia pun dengan keyakinan kuat, maju bertarung meraih jabatan tertinggi pada organisasi ijo-itang (HMI) Cabang Manado, berkontestasi dengan Taufik Pasiak (sekarang dikenal sebagai salah satu ahli neurosains Indonesia terkemuka). Riuh arena konferensi HMI Cabang Manado kala itu tak menyurutkan tekad lelaki berambut gondrong dan berkumis untuk terus maju. Dan, tanpa diduga, ia memenangkan kontestasi Formateur HMI Cabang Manado Periode 1993-1994/1995.
Melalui wadah HMI pula, saya mengenal baik lelaki yang murah senyum ini. Perkenalan pertama saat sama-sama menjadi delegasi peserta Musda Badko HMI Indonesia Timur yang dilaksanakan di kawasan puncak Malino Sulawesi Selatan tahun 1993. Ia membawa rombongan cukup lengkap berjumlah lima orang. Di dalamnya termasuk dua orang Kohati (Bendahara Umum dan Ketua Kohati HMI Cabang Manado). Sementara kami dari HMI Cabang Ambon berjumlah lima orang tanpa Kohati. Lalu pertemuan kedua saat kami bertemu sebagai Peserta PUSDIKLAT Pimpinan HMI Tingkat Nasional di Gedung Seameo Biotrop Bogor pertengahan tahun 1993, pada masa Ketua Umum PB HMI M. Yahya Zaini. Setelah dua momen itu, saya otomatis kehilangan kontak.
Kembali dari Manado, ia tak berhenti mengolah kemampuan diri. Terus mengejar obsesinya. Bersama beberapa senior di HMI Cabang Manado dan rekan-rekannya, mereka mendirikan Yayasan Forum Studi Halmahera, yang lebih dikenal dengan FosHal. Kiprah NGO ini dalam waktu lama cukup dihitung di Maluku Utara dan di luar Maluku Utara, terutama berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat dan advokasi pada tingkat komunitas. Ia pun didapuk menjadi direktur pada 2001-2003. Ia sangat dikenal sebagai aktivis NGO, yang terus melakukan kegiatan pelatihan, termasuk mengorganisir kaum parampuang kampung serta mendorong isu-isu gender di Maluku Utara. Tak berlebihan, bila dikatakan ia merupakan salah satu figur penting di balik isu-isu gender di Maluku Utara yang saat ini marak. Dari FosHal, ia membentangkan relasi luas dengan para pegiat isu-isu gender nasional. Orang kemudian mengenalnya dengan sebutan singkat Naid, atau para yuniornya kerap memanggilnya Bang Naid.
Tinggalkan Balasan