Dalam konteks Good Governance, Syakhroza berpendapat seharusnya secara tegas dipisahkan antara unit yang melaksanakan tugas fungsi organisasi atau K/L dan unit yang mengawasi. Tidak boleh unit pelaksana merangkap sebagai unit pengawas. Begitu juga, unit pelaksana tidak boleh merangkap sebagai unit pelaksana penegak hukum.

Lebih lanjut, Prof Syakhroza mengusulkan rekomendasi perbaikan tata kelola nikel. Pertama, penyempurnaan regulasi yang ada terkait dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) pembangunan smelter dan realtime. Kedua, RKAB yang diajukan oleh BU ke Ditjen Minerba wajib mencantumkan titik koordinat rencana produksi dalam IUP yang dimiliki dan titik serah penjualan.

“Ketiga, perbaikan sistem E-Minerba yang realtime dan terintegrasi baik di internal Ditjen Minerba seperti untuk RKAB, Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba One Map Indonesia (MOMI), Wakil Pemerintah sebagai saksi pada Titik Serah, dan PNBP. Untuk Eksternal untuk Ditjen Bea Cukai, Ditjen Anggaran, Ditjen Perhubungan Laut–Syahbandar, dan Ditjen Daglu serta Bank,” ujarnya.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut penandatanganan Komitmen Bersama pada 18 Desember 2019 dan bagian dari program peningkatan kapasitas koordinasi penegakan hukum di Sektor SDA. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mendorong pelibatan partisipasi aktif masyarakat sipil dan media lokal serta nasional untuk memonitor penanganan kejahatan SDA.

Penandatanganan Komitmen Bersama saat itu melibatkan para penegak hukum dan PPNS dari 11 Kementerian/Lembaga yakni Kejaksaan, Kepolisian, PPNS PPATK, PPNS Dirjen Gakkum, KLHK, PPNS Dirjen Perkebunan, Kementan, PPNS ATR/BPN, PPNS Kemen ESDM, PPNS KKP, PPNS Dirjen Pajak Kemenkeu, PPNS DJBC, PPNS KPPU, dan Penyidik OJK.