Berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (1) PP Nomor 43 Tahun 2014, sambung Risto, anggota BPD diberhentikan karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.
“Diberhentikan itu harus ada alasannya. Apabila melanggar beberapa larangan yang ada dalam Pasal 64 UU Nomor 6 Tahun 2014 yakni merugikan kepentingan umum, melakukan KKN, menyalahgunakan kewenangan/wewenang, melanggar sumpah dan merangkap jabatan dan pada ketentuan tersebut saudara Nahri Ishak tidak terpenuhi,” tegasnya.
Sesuai SK pemberhentian itu, kata Risto, kliennya dianggap melanggar UU ITE atas postingan yang diunggahnya di akun Facebook. Seharusnya untuk membuktikan itu Bupati melaporkan ke penegak hukum agar dilakukan patroli siber untuk membuktikan apakah benar melanggar UU ITE atau tidak.
“Karena pemberhantian yang dilakukan oleh Bupati tidak ada alasan maka SK yang dikeluarkan kami uji proses pemberhentian itu sudah sesuai dengan prosedur hukum atau tidak,” ujarnya.
Ia menambahkan, standar untuk menguji suatu keputusan pejabat tata usaha negara dilihat dari aspek substansi, prosedur dan wewenang.
“Karena itu kita uji dari aspek prosedur karena kalau merujuk dari aspek prosedur dianggap cacat,” tandas Risto.
Tinggalkan Balasan