Tandaseru — Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, optimis mampu mengatasi kasus stunting.

Optimisme ini disampaikan Herny Dharma Sari Djafar, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Halmahera Barat, dalam rilis data stunting sebagai bagian strategis program Diahi Stunting.

Herny memaparkan, pada tahun 2019 terdapat 996 kasus stunting di Halbar. Angka ini mengalami kenaikan pada 2020, yakni sebanyak 1.601.

Lalu sepanjang 2021, hingga Oktober tercatat ada 1.371 kasus stunting.

“Data ini berdasarkan e-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat tahun 2021. Pada 2021 ini masih ada beberapa puskesmas yang belum meng-input data stunting,” tutur Herny, Rabu (20/10).

Pemberian MMN sebagai salah satu upaya mengatasi stunting di Halmahera Barat. (Istimewa)

Pada 2021, kasus stunting tertinggi tercatat di tiga kecamatan, yakni Jailolo Selatan 287 balita, Ibu 235 balita, dan Tabaru 216 balita.

Stunting sendiri disebabkan faktor multidemensi. Intervensi yang paling menentukan ada di 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan).

“Penyebab lainnya adalah praktik pengasuhan yang tidak baik, misalnya kurang pengetahuan orang tua tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, 60 persen dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapat ASI eksklusif, serta 2 dan 3 anak usia 24 bulan tidak menerima makanan pengganti ASI,” jabarnya.

Selain itu, kurangnya akses ke makanan bergizi. Di mana 1 dari 3 ibu hamil mengalami anemia. Selain itu, makanan bergizi di Malut terbilang mahal.