Terkait masalah pungli di Kao Barat ini BWS Maluku Utara melalui Satker Operasi dan Pemeliharaan SDA juga sudah berupaya melakukan mediasi antara oknum KMB dan Paguyuban dengan kelompok-kelompok P3A yang dirugikan di Polsek Kao. Dari hasil mediasi tersebut disepakati bahwa oknum KMB dan Paguyuban yang melakukan pungli bersedia untuk mengembalikan uang hasil pungli ke Kelompok P3A dalam jangka waktu 1 bulan. Namun hingga jatuh tempo pada tanggal 4 Oktober 2021, hanya oknum Paguyuban saja yang telah mengembalikan uang pungli tersebut kepada Kelompok P3A yang dilakukan di Kantor Polsek Kao, sedangkan oknum KMB belum mengembalikan sama sekali uang pungli tersebut kepada petani.
“Dalam kesempatan ini atas nama Kepala BWS Maluku Utara juga saya ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Kapolsek Kao yang telah membantu untuk melakukan mediasi serta memfasilitasi pengembalian uang hasil pungutan liar tersebut,” ujar Kalpin.
Namun demikian, menurut Kalpin, untuk kasus yang melibatkan oknum KMB ini secara kewenangan pihaknya telah menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk melakukan proses hukum selanjutnya. Sebab dari hasil mediasi disinyalir tidak ada itikad baik dari pelaku untuk mengembalikan uang hasil pungli bahkan terindikasi telah berupaya menyudutkan institusi.
Terlebih semua bukti-bukti tindakan pungli ini telah dilaporkan secara resmi oleh Kelompok P3A kepada kepolisian.
“Informasi terakhir yang saya terima, laporan pengaduan P3A ini sudah masuk di Polres Halmahera Utara,” pungkasnya.
Sementara Kepala Satker Operasi dan Pemeliharaan (OP) Indra Kurniawan menjelaskan, tugas KMB adalah membantu BWS selaku penyelenggara P3TGAI dalam melaksanakan kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan. Jadi tugas KMB itu intinya selain mendampingi petani juga memverifikasi rencana kerja serta hasil pekerjaan P3A, baik secara teknis maupun administrasi.
“Sangat disayangkan justru dengan amanah tugas seperti itu mereka menyalahgunakan wewenangnya untuk mengintimidasi dan melakukan pungli terhadap petani. Kami duga mungkin modus operandinya adalah dengan menakut-nakuti Kelompok P3A bahwa tidak akan diberikan bantuan program seperti ini lagi di tahun berikutnya apabila tidak bersedia memberikan sejumlah uang, sehingga petani terpaksa memberikan uang itu. Padahal sekecil apapun sisa hasil usaha oleh kelompok petani dari program ini, mestinya dapat dimasukkan ke kas P3A untuk kemudian hari dapat digunakan dalam pemeliharaan saluran irigasi yang telah mereka bangun sendiri,” tandasnya. (pn)
Tinggalkan Balasan