Pemanfatan Cagar Budaya

Dalam pemanfaatan cagar budaya, paling tidak pemuda betul-betul memberanikan diri untuk tidak bosan-bosan mewariskan peninggalan-peninggalan yang pernah ditinggalkan oleh leluhur terdahulu. Penulis pernah membaca salah satu media online kumparan.com, sebagai contoh dari pemuda yang biasa disapa “Atadengkofia (Hasan Ali)”, kalau tidak salah. Ia salah satu pemuda Ternate yang patut dicontohi, karena telah melanjutkan serta memperkenalkan cagar budaya dengan memanfaatkan musik-musik khas Ternate dan Maloku Kie Raha untuk dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari. Tulisan itu dengan tema “Kisah Hasan Ali Mengangkat Musik Tradisional Ternate”.

Cara Hasan Ali ini, merupakan pemuda yang setia memanfatkan cagar budaya musik tradisional Ternate sebagai pembentukan karakter daerah dan membutuhkan orang-orang memahami kreatifitasnya sendiri lalu menjiwainya.

Di satu sisi, untuk menjaga jati diri cagar budaya agar tidak hilang ditelan arus zaman, pemuda diwajibkan mencari peninggalan cagar budaya, baik berupa alat atau bukti-bukti sejarah untuk dikumpulkan dan dijadikan karya. Setelah itu, berkoordinasi dengan Pemerintah daerah guna, menetapkan museum tersendiri dan dikelola oleh pemuda, walau sudah ada museum milik Pemerintah. Karya pemuda perlu membudidayakan dan diterima oleh siapapun dalam rangka mencerdaskan generasi Maluku Utara yang mandiri di bawah kaki tangan pemuda.(*)