“Kalau penelitian dari LIPI menyatakan bahwa Maluku Utara itu punya 34 bahasa, dan di antara 34 bahasa itu ada satu bahasa yang sudah mati yaitu bahasa di Ibu. Itu berarti kita semua ini bersalah. Ada indikasi beberapa bahasa kita akan mengalami nasib yang sama kalau tidak diselamatkan, makanya harus kita buatkan standar kamus bahasa dan mendesain struktur bahasa untuk diajarkan dengan berbagai pola pengajaran yang bisa dipakai,” terangnya.
Rektor Unkhair, Prof. Dr. Husen Alting menuturkan, apa yang dilakukan oleh Unkhair ini sebagai pengabdian kepada masyarakat.
“Ini sebagai bentuk pengabdian kami dari Unkhair kepada masyarakat melalui bidang bahasa dan terus kita akan galakkan di beberapa lokasi,” sebutnya.
Sedangkan Wali Kota Ternate dalam sambutannya mengatakan, Pemkot sendiri memberikan perhatian serius pada tiga kecamatan di luar pulau Ternate. Warga di Kecamatan Moti, ujarnya, dalam keseharian berinteraksi menggunakan berbagai bahasa.

Keunikannya, di Kecamatan Moti kelurahan yang berhadapan dengan Pulau Tidore warganya menggunakan bahasa Tidore. Sedangkan yang berhadapan dengan Pulau Makian menggunakan bahasa Makian, dan berhadapan dengan Pulau Ternate menggunakan bahasa Ternate.
“Keunikan yang lain itu kalau ada orang Makian dia bisa berinteraksi dengan orang Tidore dan yang lain dengan bahasanya, dan keunikan ini menjadi prasasti budaya di Kota Ternate,” kata Tauhid.
Untuk itu, kata dia, Pemkot sangat menyambut baik Kelurahan Tafaga dijadikan sebagai Gam Madoto Kampung Bahasa Tafaga dan Pemkot akan memberikan perhatian terkait dengan itu.
“Di kepemimpinan kami, saya dan Pak Jasri lebih cenderung megedepankan perencanaan berbasis riset. Artinya bahwa keterlibatan perguruan tinggi yang ada di Kota Ternate atau berdomisili di Kota Ternate akan menjadi mitra pemerintah ke depan,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan