Tandaseru — Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, akan menggandeng Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan untuk mendorong regulasi terkait perkawinan anak usia dini.
Hal ini disampaikan Kepala DPPKBP3A Tikep, Abdul Rasid Abd Latif, Sabtu (3/7).
Abdul Rasid menegaskan meski dilakukan sosialisasi terus menerus, tanpa didorong dengan regulasi maka pencegahan perkawinan anak usia dini tidak akan optimal.

Menurutnya, pernah kedapatan orang tua yang menikahkan anaknya di usia di bawah 19 tahun.
“Memang data yang kami dapatkan saat Pendataan Keluarga 2021, banyak pasangan yang menikah di usia dini. Pernah kami kedapatan seperti itu. Kami sudah melarang, namun orang tua sampaikan mungkin itu sudah jodoh mereka. Akhirnya kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Setidaknya ada regulasi agar langkah pencegahan bisa lebih optimal,” ungkapnya.
Menurutnya, usia ideal anak menikah khususnya perempuan adalah minimal 21 tahun, sementara laki-laki 25 tahun.
Namun usia perkawinan yang diatur dalam undang-undang saat ini, 19 tahun adalah batas usia menikah.
“Kenapa usia ideal menikah itu bisa diatur, agar calon ibu sudah siap secara mental, fisiknya, terus juga soal kondisi kandungannya. Hal ini perlu diatur untuk mencegah lajunya angka kematian ibu dan bayi,” jabarnya.
Selain itu, usia perkawinan perlu diatur juga dengan tujuan mengurangi angka perceraian.
“Karena rata-rata data yang kami peroleh banyak yang mengajukan cerai itu pasangan yang usia dini atau di bawah 25 tahun. Ini juga faktornya karena kesiapan belum matang, baik perempuan maupun laki-laki. Sehingga ujung-ujung harus berpisah,” terangnya.
Untuk itu, dirinya menargetkan akan membicarakan dengan Kemenag serta Dinas Pendidikan guna membahas sebuah regulasi yang dapat mengatur terkait batasan perkawinan serta pencegahannya.
“In syaa Allah akan dipercepat, apakah diatur dalam sebuah peraturan wali kota atau seperti apa,” tukasnya.
Ia menambahkan, sejauh ini pihaknya terus berupaya dengan melakukan sosialisasi, baik di sekolah maupun masyarakat.
“Tentu uapaya pencegahan perkawinan dini perlu sinergitas, butuh kerja ekstra, perlu juga ada peran orang tua dan masyarakat agar sama-sama memberikan edukasi dan pemahaman kepada anak-anak. Kami juga sangat berharap peran masyarakat ini, agar menikahkan anaknya juga perlu mempersiapkan berbagai hal. Selain melihat pada usianya, tentu perlu dilihat juga dari sisi ekonomi, intinya kesanggupan dan kesiapan kedua belah pihak. Kenapa faktor ekonomi ini penting, karena selain belum matangnya sebuah hubungan, juga faktor ekonomi yang mendasari banyak berujung pada perceraian,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan