Tandaseru — Panitia Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara diduga keliru mengikutsertakan sejumlah bakal calon kepala desa dalam tahapan seleksi cakades.

Informasi yang dihimpun tandaseru.com melalui pengumuman hasil seleksi tertulis dan wawancara beberapa waktu lalu, Panitia Pilkades di tingkat kabupaten ternyata mengikutsertakan bakal cakades di 16 desa, di mana tiap desa memiliki 5 bakal cakades, dalam seleksi tertulis dan wawancara.

Padahal, jika mengacu pada Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pilkades, jika ada bakal calon pada satu desa berjumlah 5 orang yang dinyatakan memenuhi syarat administrasi, maka Panitia Pilkades tingkat kabupaten langsung menetapkan kelima bakal calon tersebut sebagai cakades.

Diketahui, bakal calon kepala desa dari 16 desa yang diikutsertakan dalam seleksi tertulis dan wawancara di antaranya adalah Desa Fagudu dan Desa Wai Ipa (Kecamatan Sanana), Desa Waiboga dan Desa Soamole (Kecamatan Sulabesi Tengah), serta Desa Bajo dan Desa Fukweu (Kecamatan Sanana Utara).

Selanjutnya, Desa Kou dan Desa Waitamela (Kecamatan Mangoli Timur), Desa Waiu, Desa Capalulu dan Desa Wailoba (Kecamatan Mangoli Tengah), Desa Buya (Kecamatan Mangoli Selatan), Desa Kawata dan Desa Waisum (Kecamatan Mangoli Utara Timur), serta Desa Saniahaya dan Desa Modapuhi (Kecamatan Mangoli Utara).

Pada perkembangannya, panitia lantas menggugurkan sejumlah bakal cakades dari 16 desa tersebut usai tes tertulis dan wawancara.

Padahal mengutip Perbup 4/2021 Pasal 8 huruf (f), Panitia Pemilihan Kepala Desa tingkat kabupaten diminta melaksanakan seleksi tertulis apabila bakal calon kepala desa pada satu desa jumlahnya melebihi 5 orang.

Demikian juga ditegaskan pada Pasal 34 ayat (1), Panitia Pemilihan Kepala Desa tingkat kabupaten menetapkan bakal calon kepala desa yang memenuhi syarat sebagai calon kepala desa paling sedikit 2 orang dan paling banyak 5 orang.

Sekadar diketahui, penetapan dan pengumuman hasil screening cakades di Sula telah melahirkan gelombang penolakan di desa-desa.