Direktur Eksekutif EcoNusa Bustar Maitar yang ikut dalam ekspedisi ini menjelaskan, dia bersama timnya telah memulai perjalanan kedua menjangkau kampung-kampung terpencil di pesisir serta pulau-pulau kecil di Papua Barat.

“Perjalanan pertama telah kami lakukan September. Menyusuri kampung- kampung pesisir dan pulau di Sorong dan Raja Ampat selama 15 hari. Misinya adalah saling memberikan dukungan dan semangat bersama masyarakat akibat dampak Covid-19. Ini karena Covid-19 bukan saja tentang virus yang menakutkan itu, tetapi ada dampak lain yang ditimbulkan. Terutama ekonomi dan ancaman ketahanan pangan,” tutur Bustar.

Misi perjalanan kedua ini akan lebih banyak terfokus di Maluku Utara dan Maluku dengan pulau-pulau kecil. Sebagian dari kampung-kampung ini terpencil yang mungkin paling terpencil di wilayah ini. Sebagian di antaranya kampung-kampung yang wilayah hutannya paling terancam karena ekspansi pembukaan perkebunan skala besar dan tambang. Seluruhnya adalah kampung- kampung yang minim fasilitas kesehatan atau bahkan tidak ada sama sekali.

“Kami berangkat dari Sorong Papua Barat menggunakan kapal kayu tradisional bernama Kurabesi yang memiliki fasilitas memadai untuk mendukung misi kami. Tim terdiri dari sukarelawan yang direkrut sebanyak 22 orang terdiri dari 2 dokter, 2 perawat, 4 ahli pertanian, 4 ahli dokumentasi, 8 orang relawan logistik dan 2 pendukung administrasi.Dibantu 11 kru kapal yang profesional,” jelasnya.

Dia bilang saat orang lain sibuk bekerja dari rumah, atau sibuk seminar online juga dari rumah dan hal-hal sejenisnya, anak-anak muda ini berani terjun dalam risiko terpapar Covid-19, virus yang paling ditakuti saat ini

“Banyak orang di luar sana, terutama yang jauh dari fasilitas kesehatan atau fasilitas pendukung lainnya membutuhkan sentuhan. Mereka adalah kelompok rentan yang perlu mendapatkan dukungan. Walaupan jauh dari ‘kerumunan virus’ tetapi sekali mareka terpapar taruhannya nyawa sekampung karena minimnya fasilitas. Virus corona juga berdampak signifikan terhadap kondisi ekonomi. Warga tidak bisa dengan leluasa lagi menjual hasil-hasil produksi mareka. Bahkan di beberapa tempat aktivitas penghancuran hutan oleh perusahaan besar terus berlangsung,” jabarnya.

Perjalanan ini juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Semua tim yang ikut serta harus melakukan swab sebelum ikut serta dan menjalankan protokol sangat ketat ketika berinteraksi sesama tim dan masyarakat.

“Kami juga membawa kurang lebih 8 ton barang sarana produksi pertanian, obat-obatan, masker kain yang sebagain diproduksi oleh kelompok ibu-ibu di Maluku dan Papua, alat pelindung diri lengkap untuk tenaga medis yang akan diberikan kepada Puskesmas, materi sosialisasi terkait Covid-19 dan alat tes cepat Covid-19. Semua barang adalah donasi masyarakat umum dan organisasi baik di Indonesia maupun dari luar negeri,” imbuhnya.

Selain memberikan dukungan kepada masyarakat terkait dampak Covid-19, memperkuat ketahanan pangan dan pemulihan ekonomi masyarakat lokal. Yakni melakukan pemantauan terhadap situasi hutan.

“Kami mendokumentasikan kearifan masyarakat, hidup berdampingan dengan alam tanpa saling merusak baik terkait hutan maupun laut,” imbuhnya.

Total perjalanan kegiatan ini selama 28 hari, menyinggahi 25 kampung serta melintasi jalur laut sepanjang kurang lebih 2.000 kilometer.