“Jika lereng-lereng dibangun pemukiman, maka air hujan akan membawa sedimentasi dan itu bisa merugikan ekosistem danau ini. Sinergi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta masyarakat Halut khususnya masyarakat Galela sangat penting untuk menghadapi persoalan ini,” ajak Bebi.

Kepala BWS Malut, Bebi Hendrawibawa, S.T. MT saat meninjau lokasi pekerjaan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di Kao Barat, Halmahera Utara. (Roma/Humas BWS Malut)

Menurut ahli mikrobiologi Jubhar C. Mangimbulude, Ph.D yang juga hadir saat kunjungan rombongan BWS Malut, Danau Duma juga cukup unik, hal ini dikarenakan danau ini dikelilingi kurang lebih 13 desa, sehingga pembuangan limbah domestik banyak di sini.

“Kita tahu limbah domestik kaya nitrogen dan fosfat, komponen ini adalah komponen yang sangat menyuburkan laju pertumbuhan eceng gondok, kalau kita tidak mengambil langkah untuk mengurangi populasinya, maka dalam waktu lima tahun, seluruh permukaan danau ini kurang lebih 300-400 hektar danau akan tertutupi eceng gondok. Dan implikasi dari yang menutup permukaan danau ini adalah akan mengubah kualitas air itu sendiri,” terang alumnus Universitas Kristen Satya Wacana tersebut.

Balai Wilayah Sungai Malut sebagai unit pelaksana teknis dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, terus berupaya untuk mengatasi persoalan di Danau Duma. Lambat laun, warga sekitar sudah mulai menjaga. Tak lagi mencuci pakaian menggunakan deterjen di lokasi danau. Sebab, deterjen akan mempercepat pertumbuhan eceng gondok.

Foto Bersama BWS Maluku Utara bersama Bupati Halmahera Utara Frans Manery (tengah) di Desa Margomulyo, Kao Barat. (Roma/Humas BWS Malut)

Jubhar bilang, masalahnya tidak hanya terletak pada pertumbuhan populasi enceng gondok saja, melainkan juga penurunan permukaan air Danau Duma.

Pihaknya telah melakukan kajian terhadap Danau Duma dan menemukan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Danau Duma telah turun sebanyak 1.5 meter.

“Ketinggian permukaan air yang turun tersebut jika dikalkulasikan dengan luas permukaan danau, maka terdapat 4.6 juta meter kubik atau 4,6 miliar liter air telah hilang dari Danau Duma,” jelasnya.

Pekerjaan pemeliharaan rutin dari Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan SDA II, BWS Malut tersebut adalah bagian dari upaya konservasi air dari Kementerian PUPR untuk melakukan revitalisasi Danau Duma dari ancaman penurunan kuantitas dan kualitas air.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halmahera Utara Samud Taha Sangaji menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada Kementerian PUPR, Ditjen Sumber Daya Air, khususnya BWS Malut yang sudah berupaya mengalokasikan anggaran untuk merevitalisasi Danau Duma.

“Kami sebagai pemerintah daerah terus mendukung hal-hal yang memang dilakukan demi mengembalikan keadaan Danau Duma Galela seperti semula, terutama pembersihan eceng gondok yang telah menutupi sebagian besar permukaan Danau Duma,” ucap Samud.

Safari lapangan rombongan BWS Malut kemudian melanjutkan perjalanan dari Danau Duma menuju lokasi pekerjaan Rehabilitasi dan Penyempurnaan Unit Air Baku Fram 7 Galela.

Lokasi proyek unit air baku yang diresmikan pada 2016 itu kini dalam kondisi kurang optimal dikarenakan faktor alam sehingga dibutuhkan pekerjaan rehabilitasi dan penyempurnaan.

Dalam kunjungan tersebut, Kasatker Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan (PJPA), Ir. Idhar Sahdar, S.T.,M.T langsung memimpin rombongan menuju lokasi pekerjaan.